Jumat, 25 April 2014

Tempat Wisata Terindah di Aceh

Diposting oleh Unknown di 20.11 0 komentar
Aceh yang sebelumnya pernah disebut dengan nama Daerah Istimewa Aceh (1959-2001) dan Nanggroe Aceh Darussalam (2001-2009) adalah provinsi paling barat di Indonesia. Aceh memiliki otonomi yang diatur tersendiri, berbeda dengan kebanyakan provinsi lain di Indonesia, karena alasan sejarah.Daerah ini berbatasan dengan Teluk Benggala di sebelah utara, Samudra Hindia di sebelah barat, Selat Malaka di sebelah timur, dan Sumatera Utara di sebelah tenggara dan selatan. Di aceh sangat banyak daerah-daerah wisata yang harus anda kunjungi ketika anda datang ke aceh. nah ini adalah 10 urutan tempat wisata yang paling indah di aceh menurut Blogger Anak Aceh.

1. Panta Terong ( Aceh Tengah )

10 Tempat Wisata Terindah di Aceh
Pantan Terong adalah sebuah bukit yang terletak di puncak bukit dataran tinggi gayo. Di tempat ini kita bisa melihat ibu kota Aceh Tengah dan danau Laut Tawar secara keseluruhan, lapangan pacuan kuda di kecamatan Pegasing, bandara udara Rembele dari atas, dengan diapit serta dikelilingi punggung gunung bukit barisan yang elok. Pantan Terong terletak di kecamatan Bebesan, 7.5 km dari kota Takengon, Kabupaten Aceh Tengah









2. Mesjid Raya Baitulrahman ( Banda Aceh )
 Mesjid Raya Baiturrahman Banda Aceh ini merupakan saksi bisu sejarah Aceh, terletak di pusat kota Banda Aceh dan merupakan kebanggaan masyarakat Aceh. Masjid Raya Baiturrahman adalah simbol religius, keberanian dan nasionalisme rakyat Aceh. Masjid ini dibangun pada masa Sultan Iskandar Muda (1607-1636), dan merupakan pusat pendidikan ilmu agama di Nusantara. Pada saat itu banyak pelajar dari Nusantara, bahkan dari Arab, Turki, India, dan Parsi yang datang ke Aceh untuk menuntut ilmu agama.
Mesjid ini merupakan markas pertahanan rakyat Aceh ketika berperang dengan Belanda (1873-1904). Pada saat terjadi Perang Aceh pada tahun 1873, masjid ini dibakar habis oleh tentara Belanda. Pada saat itu, Mayjen Khohler tewas tertembak di dahi oleh pasukan Aceh di pekarangan Masjid Raya. Untuk mengenang peristiwa tersebut, dibangun sebuah monumen kecil di depan sebelah kiri Masjid Raya, tepatnya di bawah pohon ketapang. Enam tahun kemudian, untuk meredam kemarahan rakyat Aceh, pihak Belanda melalui Gubernur Jenderal Van Lansnerge membangun kembali Masjid Raya ini dengan peletakan batu pertamanya pada tahun 1879. Hingga saat ini Masjid Raya telah mengalami lima kali renovasi dan perluasan (1879-1993).

Mesjid ini merupakan salah satu Mesjid yang terindah di Indonesia yang memiliki tujuh kubah, empat menara dan satu menara induk. Ruangan dalam berlantai marmer buatan Italia, luasnya mencapai 4.760 m2 dan terasa sangat sejuk apabila berada di dalam ruangan Mesjid. Mesjid ini dapat menampung hingga 9.000 jama‘ah. Di halaman depan masjid terdapat sebuah kolam besar, rerumputan yang tertata rapi dengan tanaman hias dan pohon kelapa yang tumbuh.
3. Air Terjun Blang Kolam ( Aceh Utara )
  
Air Terjun Blang Kolam Berlokasi di hutan yang teduh dan terdapat di Kabupaten Aceh Utara dengan ketinggian sekitar 75 Meter. Tempatnya yang sejuk dengan alam yang masih asri sekali. Bagi yang ingin merasakan dinginnya air terjun, bisa berendam disini atau sekedar bersantai diakhir pekan. Tempat ini sangat cocok sebagai rekreasi keluarga. dan Air Terjun Blang Kolam pun kembali menunjukan kegairahannya, bagaimanapun air terjun blang kolam pernah menjadi tempat favorit. Untuk mencapai lokasi Blang Kolam sebenarnya tidak sulit, cukup banyak jalur yang bisa ditempuh, bisa melalui Cunda Kota Lhokseumawe, Kandang Aceh Utara dan kawasan muara satu kota lhokseumawe, namun sayang kondisi jalan. menuju objek Wisata Blang Kolam sangat memprihatinkan. Selain hal itu, kondisi jalan yang terjal dan licin juga menjadi salah satu penghambat bagi pengunjung yang ingin menikmati objek wisata ini. Hal lain yang kurang dalam objek wisata ini adalah sarana pendukung seperti Mushalla, MCK, dan tali pembatas jalur. Sementara Pemerintah Kabupaten Aceh Utara Sudah berjanji, akan melakukan renovasi objek wisata ini sejak 2009.

4. Gunung Selawah Agam ( Aceh Besar )

Gunung Seulawah Agam Kabupaten Aceh Besar. Seulawah Agam kaya akan berbagai Flora dan Fauna. Sebut saja Harimau Sumatera (Panthera Tigris Sumatraensis), Kedih (Presbytis Thomasi), Burung Rangkong (Buceros Rhinocerous), dan Jamur (Fungi) berbagai species serta satwa-satwa lainnya. Menurut kabar, nantinya Seulawah Agam dan kembarannya Seulawah Inong akan dijadikan sebagai kawasan konservasi. Itu penting, mungkin saja mengingat perambahan kayu kian marak saja di sana.




5. Gunung Borni Telong ( Bener Meriah )

Gunung Burni Telong adalah gunung yang terletak di Kabupaten Bener Meriah dan telah mejadi ciri khas dari Kabupaten Tersebut. Gunung Burni Telong adalah gunung berapa Aktif dan pernah meletus pada Tanggal 7 Desember 1924 menyebabkan kerusakan hebat lingkungan sekitarnya termasuk lahan pertanian dan perkampungan. Burni Telong yang dalam bahasa Indonesia diartikan dengan gunung yang terbakar, berada di ketinggian 2.600 meter di atas permukaan laut. Gunung ini hanya berjarak lima kilometer dari Redeolong, ibu kota Kabupaten Bener Meriah dan Bandar Udara Rembele (RBL). Untuk mencapai gunung yang sering disebut Burni Cempege (gunung yang penuh belerang–red), ada beberapa jalur. Salah satunya, melalui Jalur Edelwais. Dinamakan Edelwais karena di sepanjang jalur itu ditumbuhi bunga Edelwais yang oleh masyarakat Gayo dipercayai sebagai bunga abadi. Jalur ini diawali dengan jalan aspal mulai dari simpang jalan utama Takengon-Bireun sampai ke lereng Burni Telong tepatnya di desa Bandar Lampahan Kecamatan Timang Gajah yang berjarak 3 km. Bila mau melakukan Pendakian sebaiknya berkonsultasi dulu dengan pemuda-pemuda setempat atau mengajak satu dua orang dari mereka turut serta, kecuali anda sudah mengenal betul medan dan jalur pendakian Gunung Burni Telong. Kondisi lapangan untuk mencapai ke ketinggian puncak memang agak terjal. Tapi, jalur dari Bandar Lampahan menuju lereng gunung merupakan pilihan favorit para pecinta alam atau pendaki gunung. Setelah melewati medan terjal, kita menemukan sebuah gua, yang sering digunakan pendaki sebagai tempat menginap bila ingin bermalam untuk beberapa hari. Di ketingian Burni Telong, hamparan pohon pinus memanjakan mata Anda Inilah satu-satunya gunung berapi aktif di dataran tinggi Gayo, Aceh Tengah dan Bener Meriah




6. Kuala Merisi ( Aceh Jaya )

Pantai Kuala Merisi atraksi Pantai wisata alam yang sangat indah terutama ketika kita bersama-sama itu keluarga yang sangat baik, sambil menikmati deru pantai surfing dan mendengarkan legenda Bate Meurendam Dewi Ratu Putri yang terdapat di muara Kuala Merisi telah membuat orang tertarik dengan wisata ini objek. Lokasi ini juga didukung oleh kondisi alam untuk mandi di pantai dan fasilitas snack bar di sekitar lokas










7. Pantai Lampuuk ( Aceh Besar )
5 pantai terindah di Aceh
Pantai ini berada di Aceh Besar, tapi tidak terlalu jauh kalau dari Ibu kota Nanggroe Aceh Darussalam, Yaitu Banda Banda Aceh. Dari banda Aceh Hanya Sekitar Lebih Kurang 45 Menit perjalanan untuk bisa sampai ke pantai lampuuk ini. pada saat hari libur, pantai ini sangat ramai di kunjungi oleh wisatawan lokal maupun luar kota, dan bahkan manca negara. keindahan dari pantai ini adalah pasirnya yang membentang luas dan air lautnya yang sangat jernih. selain itu di tempat ini terdapat permainan-permainan air seperti salah satu contohnya adalah banana bot.




8. Air Terjun Suhom, Lhoong ( Aceh Besar )


Air terjun Suhom ini berada di tengah panorama alam yang indah dan alami. Di sekitarnya terdapat banyak pohon durian, pada musim durian banyak yang berjualan durian di sekitar air terjun. di sekitar air terjun juga terdapat lokasi yang dapat digunakan untuk berkemah (camping).

Air terjun yang deras ini menjadi sumber energi listrik bagi masyarakat di sekitar Desa Kreung Kala. Sebuah pembangkit listrik tenaga mikrohidro kini telah dibangun di dekat air terjun dan dioperasikan untuk mengaliri listrik kepada penduduk Desa Kreung Kala. Dari Banda Aceh menuju ke lokasi air terjun, terhampar pemandangan pantai yang menakjubkan dengan keindahan yang luar biasa, deburan ombak dan pasir putih terlihat dekat di sepanjang jalan, dan tampak pula barisan pegunungan yang tinggi dan indah.





9. Iboih ( Sabang )

10 Tempat Wisata Terindah di Aceh

Siapa yang tidak kenal dengan nama sabang. semua warga negara indonesia mengetahuinya. soalnya, ada lagu nasional yang menyebutkan nama sabang, yaitu lagu dari sabang sampai maroke. betul kan..iboih tempat wisata yang keren dan cantik. di iboih terkenal dengan divingnya. itu dikarenakan laut di iboih sangat cantik, dimana banyak dive site yang keren dan menarik untuk dilihat, salah satu contohnya di daerah batu tokong, pulau rubiah, sea garden, dan lain-lainya. di tempat-tempat tersebut memiliki keunikan tersendiri, mau tahu apa itu, silahkan lihat sendiri deh. di jamin anda bakal puas kalau melihatnya. nah, kalau main-main ke sabang, jangan lupa main ke iboih. 


10. Danau Laut Tawar ( Aceh Tengah )

 Danau Laut Tawar adalah sebuah danau dan kawasan wisata yang terletak di Dataran Tinggi Gayo, Kabupaten Aceh Tengah, Nanggröe Aceh Darussalam. Suku Gayo menyebutnya dengan Danau Lut Tawar. Luasnya kira-kira 5.472 hektar dengan panjang 17 km dan lebar 3,219 km. Volume airnya kira-kira 2.537.483.884 m³ (2,5 triliun liter). Ada 25 aliran krueng yang bermuara ke Danau Laut Tawar dengan total debit air kira-kira 10.043 liter per detik. Rerata kedalaman danau: 35 meter dari pinggir danau: 8,9 meter. 100 meter dari pinggir danau: 19,27 meter. 620 meter dari pinggir danau: 51,13 meter. Rerata suhu air danau diukur berdasarkan kedalaman: 1 meter: 21,55 °C 5 meter: 21,37 °C 10 meter: 21,15 °C 20 meter: 20,70 °C 50 meter: 19,35 °C Kecerahan tertinggi 2,92 meter (di tengah danau), sedangkan yang terendah 1,29 meter (Kp. Kuala II). Semakin tinggi kecerahan, maka semakin jernih air.

Minggu, 09 Maret 2014

Oleh Oleh Khas Aceh

Diposting oleh Unknown di 03.28 0 komentar
Keukarah
“Keukarah” dari Aceh
Kue nomor satu di aceh


Jika Anda berkunjung ke Aceh mungkin sudah familiar dengan nama kuliner mie atau minuman kopi yang terkenal sedunia. Tapi tidak salahnya untuk mencoba ragam jajanan khas Aceh yang mungkin belum pernah Anda jumpai ditempat lainnya.
Keukarah atau karah adalah salah satu kue khas Aceh yang bisa Anda jumpai di berbagai daerah di Serambi Mekkah.

Kue yang mirip dengan sarang (serabut) burung ini sering menarik perhatian, hampir dibeberapa tempat kue khas Aceh ini dijadikan sebagai oleh-oleh atau buah tangan.
Tidak hanya itu, saat menjelang hari raya atau acara-acara adat dan kenduri di Aceh, keukarah ini kerap menjadi salah satu sajian yang sering dijumpai. Dengan secangkir kopi atau teh, keukarah ini bisa jadi pilihan tepat untuk menikmati rasa renyahnya.
Selain renyah, kue yang masih terbilang populer dikalangan masyarakat Aceh ini rasanya juga manis, garing, dan renyah.

Tidak ada yang sulit untuk menemukan bahan keukarah, seperti tepung beras, gula dan air yang diaduk satu menjadi adonan kental dan tidak terputus.

Dengan bantuan wadah berlubang atau yang biasanya dipakai tempurung kelapa yang dibuat khusus, adonan yang tadi secara pelan-pelan dialirkan ke dalam minyak goreng yang telah dipanaskan dengan membentuk lempengan mirip serabut tadi.

Setelah matang, lempengan dilipat membentuk segidua atau segitiga. Uniknya, keukarah ini dibuat harus dengan kesabaran, pasalnya kue eumpung miriek ini hanya bisa digoreng satu persatu dalam satu penggorengan, sehingga butuh waktu yang.

Jumat, 07 Februari 2014

sejarah kebudayaan aceh

Diposting oleh Unknown di 06.03 0 komentar

SEJARAH BUDAYA ACEH

Aceh yang sebelumnya pernah disebut dengan nama Daerah Istimewa Aceh (1959-2001) dan Nanggroe Aceh Darussalam (2001-2009) adalah provinsi paling barat di Indonesia. Aceh memiliki otonomi yang diatur tersendiri, berbeda dengan kebanyakan provinsi lain di Indonesia, karena alasan sejarah. Daerah ini berbatasan dengan Teluk Benggala di sebelah utara, Samudra Hindia di sebelah barat, Selat Malaka di sebelah timur, dan Sumatera Utara di sebelah tenggara dan selatan. Ibu kota Aceh ialah Banda Aceh. Pelabuhannya adalah Malahayati-Krueng Raya, Ulee Lheue, Sabang, Lhokseumawe dan Langsa. Sebagian besar penduduk di Aceh menganut agama Islam. Dari ke 13 suku asli yang ada di Aceh hanya suku Nias yang tidak semuanya memeluk agama Islam. Agama lain yang dianut oleh penduduk di Aceh adalah agama Kristen yang dianut oleh pendatang suku Batak dan sebagian warga Tionghoa yang kebanyakan bersuku Hakka. Sedangkan sebagian lainnya tetap menganut agama Konghucu. Selain itu provinsi Aceh memiliki keistimewaan dibandingkan dengan provinsi yang lain, karena di provinsi ini Syariat Islam diberlakukan kepada sebagian besar warganya yang menganut agama Islam. Sejarah dan perkembangan suku bangsa Aceh juga menarik perhatian para antropolog seperti Snouck Hurgronje.
Dilihat dari sisi kebudayaannya, Aceh memiliki budaya yang unik dan beraneka ragam. Kebudayaan Aceh ini banyak dipengaruhi oleh budaya-budaya melayu, karena letak Aceh yang strategis karena merupakan jalur perdagangan maka masuklah kebudayaan Timur Tengah. Beberapa budaya yang ada sekarang adalah hasil dari akulturasi antara budaya melayu, Timur Tengah dan Aceh sendiri. Suku bangsa yang mendiami Aceh merupakan keturunan orang-orang melayu dan Timur Tengah hal ini menyebabkan wajah-wajah orang Aceh berbeda dengan orang Indonesia yang berada di lain wilayah.
Sistem kemasyarakatan suku bangsa Aceh, mata pencaharian sebagian besar masyarakat Aceh adalah bertani namun tidak sedikit juga yang berdagang. Sistem kekerabatan masyarakat Aceh mengenal Wali, Karong dan Kaom yang merupakan bagian dari sistem kekerabatan.
Di dalam penulisan makalah ini ada beberapa tujuan yang kami jabarkan, diantaranya adalah:
  1. Sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas Psikologi Lintas Budaya
  2. Dari hasil diatas kami ingin mengetahui lebih dalam lagi tentang Aceh dan budayanya
  3. Untuk membantu para mahasiswa memahami kebudayaan Aceh
Dalam mengumpulkan data, kami menggunakan metode pengambilan data secara sekunder, yaitu pengambilan data secara tidak langsung melalui informasi yang sudah ada seperti internet.

PENGENALAN DAN SEJARAH ACEH
  Pengenalan Wilayah Aceh
Aceh yang sebelumnya pernah disebut dengan nama Daerah Istimewa Aceh (1959-2001) dan Nanggroe Aceh Darussalam (2001-2009) adalah provinsi paling barat di Indonesia. Aceh memiliki otonomi yang diatur tersendiri, berbeda dengan kebanyakan provinsi lain di Indonesia, karena alasan sejarah. Daerah ini berbatasan dengan Teluk Benggala di sebelah utara, Samudra Hindia di sebelah barat, Selat Malaka di sebelah timur, danSumatera Utara di sebelah tenggara dan selatan.
Ibu kota Aceh ialah Banda Aceh. Pelabuhannya adalah Malahayati-Krueng Raya, Ulee Lheue, Sabang, Lhokseumawe dan Langsa. Aceh merupakan kawasan yang paling buruk dilanda gempa dan tsunami 26 Desember 2004. Beberapa tempat di pesisir pantai musnah sama sekali. Yang terberat adalah Banda Aceh, Aceh Besar, Aceh Jaya, Aceh Barat, Singkil dan Simeulue.
Aceh mempunyai kekayaan sumber alam seperti minyak bumi dan gas alam. Sumber alam itu terletak di Aceh Utara dan Aceh Timur. Aceh juga terkenal dengan sumber hutannya, yang terletak di sepanjang jajaran Bukit Barisan, dari Kutacane, Aceh Tenggara, Seulawah, Aceh Besar, sampai Ulu Masen di Aceh Jaya. Sebuah taman nasional, yaitu Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) juga terdapat di Aceh Tenggara.
A.    Sejarah Aceh
Pada zaman kekuasaan zaman Sultan Iskandar Muda Meukuta Perkasa Alam, Aceh merupakan negeri yang amat kaya dan makmur. Menurut seorang penjelajah asal Perancis yang tiba pada masa kejayaan Aceh di zaman tersebut, kekuasaan Aceh mencapai pesisir barat Minangkabau hingga Perak. Kesultanan Aceh telah menjalin hubungan dengan kerajaan-kerajaan di dunia Barat pada abad ke-16, termasuk Inggris, Ottoman, dan Belanda.
Kesultanan Aceh terlibat perebutan kekuasaan yang berkepanjangan sejak awal abad ke-16, pertama dengan Portugal, lalu sejak abad ke-18 denganBritania Raya (Inggris) dan Belanda. Pada akhir abad ke-18, Aceh terpaksa menyerahkan wilayahnya di Kedah dan Pulau Pinang di Semenanjung Melayu kepada Britania Raya.
Pada tahun 1824, Persetujuan Britania-Belanda ditandatangani, di mana Britania menyerahkan wilayahnya di Sumatra kepada Belanda. Pihak Britania mengklaim bahwa Aceh adalah koloni mereka, meskipun hal ini tidak benar. Pada tahun 1871, Britania membiarkan Belanda untuk menjajah Aceh, kemungkinan untuk mencegah Perancis dari mendapatkan kekuasaan di kawasan tersebut.

1.      Kesultanan Aceh

Kesultanan Aceh merupakan kelanjutan dari Kesultanan Samudera Pasai yang hancur pada abad ke-14. Kesultanan Aceh terletak di utara pulauSumatera dengan ibu kota Kutaraja (Banda Aceh). Dalam sejarahnya yang panjang itu (1496 - 1903), Aceh telah mengukir masa lampaunya dengan begitu megah dan menakjubkan, terutama karena kemampuannya dalam mengembangkan pola dan sistem pendidikan militer, komitmennya dalam menentang imperialisme bangsa Eropa, sistem pemerintahan yang teratur dan sistematik, mewujudkan pusat-pusat pengkajian ilmu pengetahuan, hingga kemampuannya dalam menjalin hubungan diplomatik dengan negara lain.
2.        Perang Aceh
Perang Aceh dimulai sejak Belanda menyatakan perang terhadap Aceh pada 26 Maret 1873 setelah melakukan beberapa ancaman diplomatik, namun tidak berhasil merebut wilayah yang besar. Perang kembali berkobar pada tahun 1883, namun lagi-lagi gagal, dan pada 1892 dan 1893, pihak Belanda menganggap bahwa mereka telah gagal merebut Aceh.
Dr. Christiaan Snouck Hurgronje, seorang ahli yang berpura-pura masuk Islam dari Universitas Leiden yang telah berhasil mendapatkan kepercayaan dari banyak pemimpin Aceh, kemudian memberikan saran kepada Belanda agar serangan mereka diarahkan kepada para ulama, bukan kepada sultan. Saran ini ternyata berhasil. Pada tahun1898, Joannes Benedictus van Heutsz dinyatakan sebagai gubernur Aceh, dan bersama letnannya, Hendrikus Colijn, merebut sebagian besar Aceh.
Sultan M. Dawud akhirnya meyerahkan diri kepada Belanda pada tahun 1903 setelah dua istrinya, anak serta ibundanya terlebih dahulu ditangkap oleh Belanda. Kesultanan Aceh akhirnya jatuh pada tahun 1904. Saat itu, Ibukota Aceh telah sepenuhnya direbut Belanda. Namun perlawanan masih terus dilakukan oleh Panglima-panglima di pedalaman dan oleh para Ulama Aceh sampai akhirnya jepang masuk dan menggantikan peran belanda.
Perang Aceh adalah perang yang paling banyak merugikan pihak belanda sepanjang sejarah penjajahan Nusantara.

3.    Bahasa

Provinsi Aceh memiliki 13 buah bahasa asli yaitu bahasa Aceh, Gayo, Aneuk Jamee, Singkil, Alas, Tamiang, Kluet, Devayan, Sigulai,Pakpak, Haloban, Lekon dan Nias.
4.      Agama
Sebagian besar penduduk di Aceh menganut agama Islam. Dari ke 13 suku asli yang ada di Aceh hanya suku Nias yang tidak semuanya memeluk agama Islam.Agama lain yang dianut oleh penduduk di Aceh adalah agama Kristen yang dianut oleh pendatang suku Batak dan sebagian warga Tionghoa yang kebanyakan bersuku Hakka. Sedangkan sebagian lainnya tetap menganut agama Konghucu.Selain itu provinsi Aceh memiliki keistimewaan dibandingkan dengan provinsi yang lain, karena di provinsi ini Syariat Islam diberlakukan kepada sebagian besar warganya yang menganut agama Islam.
B.     Sejarah dan Pengenalan Kebudayaan Aceh
Aceh merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki aneka ragam budaya yang menarik khususnya dalam bentuk tarian, kerajinan dan perayaan/kenduri. Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam terdapat delapan sub suku yaitu Suku Aceh, Gayo, Alas, Aneuk Jamee, Simeulu, Kluet, Singkil, dan Tamiang. Kedelapan sub etnis mempunyai budaya yang sangat berbeda antara satu dengan yang lain. Suku Gayo dan Alas merupakan suku yang mendiami dataran tinggi di kawasan Aceh Tengah dan Aceh Tenggara.
Suku bangsa yang mendiami Aceh merupakan keturunan orang-orang melayu dan Timur Tengah hal ini menyebabkan wajah-wajah orang Aceh berbeda dengan orang Indonesia yang berada di lain wilayah. Sistem kemasyarakatan suku bangsa Aceh, mata pencaharian sebagian besar masyarakat Aceh adalah bertani namun tidak sedikit juga yang berdagang. Sistem kekerabatan masyarakat Aceh mengenal Wali, Karong dan Kaom yang merupakan bagian dari sistem kekerabatan.
Agama Islam adalah agama yang paling mendominasi di Aceh oleh karena itu Aceh mendapat julukan ”Serambi Mekah”. Dari struktur masyarakat Aceh dikenal gampong, mukim, nanggroe dan sebagainya. Tetapi pada saat-saat sekarang ini upacara ceremonial yang besar-besaran hanya sebagai simbol sehingga inti dari upacara tersebut tidak tercapai. Pergeseran nilai kebudayaan tersebut terjadi karena penjajahan dan fakttor lainnya.
C.    Hakekat sistem budaya Aceh adalah Agama Islam
Syariat Islam adalah Berisi hukum dan aturan Islam yang mengatur seluruh sendi kehidupan umat manusia, baik Muslim maupun non Muslim. Sumber: Al-Qur’an (sumber hukum Islam yang pertama), Hadis (seluruh perkataan, perbuatan, dan persetujuan Nabi Muhammad yang kemudian dijadikan sumber hukum), Ijtihad (untuk menetapkan hukum Islam berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis).
Oleh sebab itu segala cabang kehidupan: politik, ekonomi, sosial budaya tidak boleh berlawanan dengan ajaran Islam.
D.    Sistem Kekerabatan
Kelompok kekerabatan yang terkecil adalah keluarga batih yang terdiri dari ayah,ibu dan anak-anak yang belum menikah. Namun bagi anak laki-laki sejak berumur 6 tahun hubungannya dengan orang tua mulai dibatasi. Proses sosialisasi dan enkulturasi lebih banyak berlangsung di luar lingkungan keluarga.
E.     Kesenian
Corak kesenian Aceh memang banyak dipengaruhi oleh kebudayaan Islam, namun telah diolah dan disesuaikan dengan nilai-nilai budaya yang berlaku. Seni tari yang terkenal dari Aceh antara lain seudati, seudati inong, dan seudati tunang. Seni lain yang dikembangkan adalah seni kaligrafi Arab, seperti yang banyak terlihat pada berbagai ukiran mesjid, rumah adat, alat upacara, perhiasan, dan sebagainnya. Selain itu berkembang seni sastra dalam bentuk hikayat yang bernafaskan Islam, seperti Hikayat Perang Sabil.
Bentuk-bentuk kesenian Aneuk Jamee berasal dari dua budaya yang berasimilasi. Orang Aneuk Jamee mengenal kesenian seudati, dabus (dabuih), dan ratoh yang memadukan unsur tari, musik, dan seni suara. Selain itu dikenal kaba, yaitu seni bercerita tentang seorang tokoh yang dibumbui dengan dongeng.
Suatu unsur budaya yang tidak pernah lesu di kalangan masyarakat Gayo adalah kesenian, yang hampir tidak pernah mengalami kemandekan bahkan cenderung berkembang. Bentuk kesenian Gayo yang terkenal, antara lain tari saman dan seni teater yang disebut didong. Selain untuk hiburan dan rekreasi, bentuk-bentuk kesenian ini mempunyai fungsi ritual, pendidikan, penerangan, sekaligus sebagai sarana untuk mempertahankan keseimbangan dan struktur sosial masyarakat. Di samping itu ada pula bentuk kesenian bines, guru didong, dan melengkap (seni berpidato berdasarkan adat), yang juga tidak terlupakan dari masa ke masa.
F.     Asimilasi dalam Budaya Aceh
Setiap bangsa mempunyai corak kebudayaan masing-masing. Kekhasan budaya yang dimiliki suatu daerah merupakan cerminan identitas daerah tersebut. Aceh memiliki banyak corak budaya yang khas.
Kebudayaan juga merupakan warisan sosial yang yang hanya dapat dimiliki oleh masyarakat yang mendukungnya. Prof Dr H Aboebakar Atjeh dalam makalahnya pada seminar Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) II, Agustus 1972 menulis bahwa pada awalnya adat dan budaya Aceh sangat kental dengan pengaruh Hindu. Ia merujuk pada beberapa buku sebelumnya yang pernah ditulis oleh ahli ketimuran.
Hal itu terjadi karena sebelum Islam masuk ke Aceh, kehidupan masyarakat Aceh sudah dipengaruhi oleh unsur hindu. Setelah Islam masuk unsur-unsur hindu yang bertentangan dengan Islam dihilangkan, namum tradisi yang dinilai tidak menyimpang tetap dipertahankan.
Semua kota-kota hindu tersebut setelah islam kuat di Aceh dihancurkan. Bekas-bekas kerajaan itu masih bisa diperiksa walau sudah tertimbun, seperti di kawasan Paya Seutui, Kecamatan Ulim (perbatasan Ulim dengan Meurah Dua), reruntuhan di Ladong. Bahkan menurut H M Zainuddin, mesjid Indrapuri dibangun diatas reruntuhan candi. Pada tahun 1830, Haji Muhammad, yang lebih dikenal sebagai Tuanku Tambusi juga meruntuhkan candi-candi dan batunya kemudian dimanfaatkan untuk membangun mesjid dan benteng-benteng.
Asimiliasi adat dan budaya itulah kemudian melahirkan budaya adat dan budaya Aceh sebagaimana yang berlaku sekarang. Sebuah ungkapan bijak dalam hadih maja disebutkan, “Mate aneuĂ©k meupat jeurat, gadoh adat pat tamita.” Ungkapan ini bukan hanya sekedar pepatah semata. Tapi juga pernyataan yang berisi penegasan tentang pentingnya melestarikan adat dan budaya sebagai pranata sosial dalam hidup bermayarakat.
Adat dan kebudayaan juga mewariskan sebuah hukum non formal dalam masyarakat, yakni hukum adat yang merupakan hukum pelengkat dari hukum yang berlaku secara umum (hukum positif). Disamping tunduk kepada hukum positif, masyarakat juga terikat dengan hukum dan ketentuan adat.
Aceh memiliki kekhasan tersendiri dalam hukum adat dengan berbagai lembaga adatnya yang sudah ada semenjak zaman kerajaan. Hukum adat tersebut telah disesuaikan dengan filosofi hukum Islam, sehingga sukar dibedakan antara hukum dan adat itu sendiri. Seperti tercermin dalam hadih maja, hukôm ngôn adat lagèë zat ngôn sifeut, syih han jeut meupisah dua.
G.    Pola Hidup & Golongan Masyarakat Aceh
Bentuk kesatuan hidup setempat yang terkecil disebut gampong (kampung atau desa) yang dikepalai oleh seorang geucik atau kecik. Dalam setiap gampong ada sebuah meunasah (madrasah) yang dipimpin seorang imeum meunasah. Kumpulan dari beberapa gampong disebut mukim yang dipimpin oleh seorang uleebalang, yaitu para panglima yang berjasa kepada sultan.Kehidupan sosial dan keagamaan di setiap gampong dipimpin oleh pemuka-pemuka adat dan agama, seperti imeum meunasah, teungku khatib, tengku bile, dan tuha peut (penasehat adat).
Sedangkan Golongan Masyarakat aceh, pada masa lalu masyarakat Aceh mengenal beberapa lapisan sosial. Di antaranya ada empat golongan masyarakat, yaitu golongan keluarga sultan, golongan uleebalang, golongan ulama, dan golongan rakyat biasa. Golongan keluarga sultan merupakan keturunan bekas sultan-sultan yang pernah berkuasa. Panggilan yang lazim untuk keturunan sultan ini adalah ampon untuk laki-laki, dan cut untuk perempuan. Golongan uleebalang adalah orang-orang keturunan bawahan para sultan yang menguasai daerah-daerah kecil di bawah kerajaan. Biasanya mereka bergelar Teuku. Sedangkan para ulama atau pemuka agama lazim disebut Teungku atau Tengku
FENOMENA PERUBAHAN KEBUDAYAAN DI ACEH
Fenomena 1:
Budaya Aceh Mulai Bergeser Pasca Tsunami
Ridwan Sjah (22/02/2005 – 08:09 WIB)

Jurnalnet.com Jurnalnet.com (Banda Aceh):
Budaya Aceh yang tidak terlepas dari budaya Islam Aceh sejak Kerajaan Samudera Pasai, yang sempat menjadi pusat penyiaran Islam di Asia Tenggara, kini sedikit demi sedikit mulai bergeser pasca-gempa bumi diikuti tsunami yang meluluh lantakkan Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan menewaskan lebih 200.000 jiwa manusia pada 26 Desember 2004. Pergeseran budaya itu, antara lain terlihat di bidang akhlak berpakaian bagi muslimat. Wanita Islam wajib memakai busana yang menutup aurat lengkap dengan jilbab yang menutup kepala hingga di bawah bahunya.
Kalau sebelum bencana itu, masyarakat Aceh tabu melihat wanita berjalan tanpa jilbab yang menutupi kepala hingga ke bahunya, maka pasca-tsunami tampak sudah tidak menjadi tabu lagi. Tak ada orang yang menegur, tak ada orang lagi yang peduli.
Muslimat banyak terlihat santai berjalan menelusuri jalan-jalan tanpa memakai jilbab, padahal sebelumnya mereka tampak selalu memakai jilbab di propinsi yang berhukum Syariat Islam sejak pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu.

Wanita muslimat pasca-musibah alam itu sudah berani duduk berboncengan di atas sepeda motor yang dikenderai seorang pria yang bukan muhrim tanpa memakai jilbab, seperti yang setiap hari kini tampak di jalan-jalan di ibukota Banda Aceh.
Terlihat sepeda motor dinaiki tiga orang, seorang pria yang mengenderainya dengan dua wanita duduk di belakang. Para wanita itu tidak berjilbab, bahkan kulit punggung dan celana dalamnya terlihat, seperti busana yang kini banyak dipakai kaum perempuan muda Indonesia masa kini. Padahal, hal itu dulu tidak pernah dijumpai di negeri yang menjalankan Syariat Islam itu.

Sewaktu Syariat Islam dicanangkan untuk diterapkan di negeri yang terkenal dengan sebutan Serambi Makkah itu, wanita-wanita muslimat serentak menyambut dengan memakai busana muslimat dengan jilbabnya. Nanggroe (negeri) Aceh Darussalam (wilayah keselamatan) merupakan satu-satunya daerah yang istimewa, karena pemerintah mengesahkan daerah itu sebagai daerah yang dapat menjalankan Syariat Islam, dan masyarakat Aceh yang merindukan syariat tersebut menyambut pelaksanaannya.
Tetapi, budaya memakai jilbab itu mulai meluntur, terutama pasca-tsunami yang menghancurkan 15 dari 21 kota di Aceh dan memusnahkan hampir semua rumah penduduknya. Banyak anak menjadi yatim piatu, tak memiliki ayah dan ibu, atau memiliki ayah tak memiliki ibu dan sebaliknya, sanak keluarganya pun mati atau hilang ditelan tsunami.
Kata H.Abdullah, salah seorang tokoh di Aceh, “Kalau non-muslim dapat dimengerti, tetapi justru banyak wanita muslimat mulai menanggalkan jilbab, tidak seperti dulu sebelum terjadi gempa bumi dan tsunami dahsyat yang telah menewaskan dan menghilangkan lebih 200 ribu jiwa manusia di Aceh,” Rupanya bencana alam yang paling dahsyat terjadi di Indonesia itu tidak membuat orang menjadi takut dan jera, malah kaum wanita kini makin nekat, katanya.
Di restoran-restoran dan toko-toko di Banda Aceh, banyak wanita-wanita muslimat tidak memakai jilbab. Mereka duduk bercengkrama, bersenda gurau seolah-olah tak pernah terjadi bencana alam dahsyat di daerahnya.
Imam Masjid Babussalam di Lampaseh, Kecamatan Meuraxa, Banda Aceh, Basri, menyatakan pula keprihatinannya, karena tidak bisa lagi menerapkan Syariat Islam di bumi Aceh, kawasan yang sejak masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda terkenal kuat memegang prinsip-prinsip Syariat Islam. “Kita ingin melaksanakan Syariat Islam, tetapi di pihak lain keadaan tak mendukung pelaksanaan syariat itu,” keluh teuku itu.
Ia mengakui banyak kemaksiatan terjadi di Aceh dan bencana alam itu merupakan suatu peringatan bagi masyarakat Aceh khususnya dan bagi bangsa Indonesia umumnya dan ini hendaknya menjadi cambuk bagi manusia, agar menjalankan Syariat Islam dengan sungguh-sungguh. “Ini adalah murka Allah, karena banyak kemaksiatan yang terjadi di bumi Aceh. Mereka tidak cinta kepada masjid, yang menjadi pusat ibadah bagi umat Islam,” katanya.
Sebagian besar wilayah Banda Aceh, Aceh Besar, Aceh Jaya, hancur, tetapi masjid tetap berdiri tegak, tidak terkena dari amukan dan terkaman tsunami. Hendaknya manusia itu mau tobat kepada Allah sebelum peristiwa yang sama berulang kembali. Kasih tak tampak Selain lunturnya budaya memakai jilbab bagi muslimat itu, Aceh juga dicederai dengan mulai tak tampaknya kasih sayang di kalangan masyarakat Islam di negeri itu.
Dr. H. Bukhari Daud, MEd, tokoh pendidikan di daerah tersebut, mengatakan, kini mulai tak tampak lagi ada kasih sayang di kalangan masyarakat Aceh yang muslim padahal ajaran Islam itu mengajarkan agar orang-orang Islam itu berkasih sayang. “Tak ada lagi kasih sayang di antara masyarakat. Bahkan, ada yang sampai hati dan tega memotong jari tangan dan lengan mayat wanita untuk mengambil emas di jari tangan manisnya dan tangannya,” katanya.
Ada juga orang mengambil pagar-pagar rumah yang masih bagus, lalu dirusak dan diangkut dengan mobil untuk dijual, padahal itu hak orang lain, tambahnya. Ia menyatakan, prihatin atas perbuatan-perbuatan yang buruk itu, dan meminta agar para pelakunya sadar, tidak melakukan perbuatan dosa itu.
Ia meminta, agar seluruh anak negeri (Aceh) menyadari dan mengakaui kekeliruan selama ini. “Sesalilah segala kesalahan kita sedalam-dalamnya, kemudian bertaubatlah kepada Allah dengan segala ketulusan hati.” Dia berharapkan pula, masyarakat hijrah dari kebiasaan buruk kepada yang baik.
Analisis:
Menurut kelompok kami, mengapa pasca bencana tsunami di Aceh banyak wanita yang melepas kerudung/jilbabnya, dikarenakan kekecewaan yang sulit dikontrol kepada Sang Khalik. Mereka merasa sudah menjalankan syariat agama sebagaimana mestinya, seperti shalat, mengaji, menghindari perbuatan yang dilarang agama, dan lain sebagainya, tapi tempat tinggal mereka tetap ditimpa bencana yang dahsyat. Pasca tsunami, mungkin mereka berpikir, untuk apa menjalankan syariat agama, jika akhirnya ditimpa bencana pula. Selain itu, mereka kehilangan panutan mereka semasa hidup, seperti keluarga, kerabat, dan tokoh ulama setempat yang selalu mengarahkan mereka. Ditambah lagi, budaya luar, terutama budaya barat yang masuk secara perlahan ke dalam wilayah Aceh itu sendiri, menjadikan penduduk setempat lupa akan budaya lama yang sudah lama mereka lakukan. Karena beberapa hal itu, mereka merasa tidak berdaya dan memutuskan untuk melepas penutup aurat mereka, dalam hal ini kerudung/jilbab.
 Fenomena 2:

Kisah anak punk aceh di bina polisi

December 20, 2011 – 2:26 am
Kisah Anak Punk Aceh Dibina Polisi
Ada yang mengaku sedih dan ada yang ingin berubah menjadi lebih baik.
VIVAnews – Sebanyak 65 orang anggota komunitas Punk di Banda Aceh yang ditangkap usai menggelar konser musik akhir pekan lalu, mendapatkan bimbingan di Sekolah Kepolisian Negara (SPN) Aceh Besar.

Ada yang mengaku sedih dan ada yang ingin berubah menjadi lebih baik saat mengikuti bimbingan yang digelar sejak Selasa 13 Desember 2011.
Mengenakan pakaian polisi, selama 10 hari mereka dilatih baris berbaris. Mereka juga mendapatkan bimbingan mental dan dilatih kedisiplinan. Saat pertama masuk kamp pelatihan, rambut mereka telah dicukur dan mereka diwajibkan mandi teratur.
M Fauzi, salah seorang pelatih dari SPN Seulawah mengatakan, selama di tempat latihan polisi itu, mereka dididik kedisiplinan dan latihan fisik untuk menjaga kebugaran. Mereka juga mendapat pelajaran dan pendalaman aqidah dengan mendatangkan ustadz dan pendeta dari luar sekolah polisi itu.
“Tadi pagi, tim dari Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) juga datang membimbing mereka. Ada 18 orang yang non-muslim dan kami panggil pendeta untuk membimbing mereka,” kata Fauzi, di SPN Seulawah, Aceh Besar, saat berbicang dengan VIVAnews.com, Jumat malam 16 Desember 2011.
Dari 65 orang yang ditangkap dan dididik di SPN Seulawah, 30 orang di antaranya berasal dari sejumlah daerah di Aceh seperti Banda Aceh, Lhokseumawe, Bireun, Tamiang, dan Takengon. Selebihnya berasal dari provinsi lainnya seperti Sumatera Utara, Lampung, Palembang, Jambi, Batam, Riau, Sumatera Barat, Jakarta, Bali, dan Jawa Barat.
Anggota komunitas Punk ini juga telah diperiksa kesehatannya. Tiga di antaranya dideteksi menderita gejala hepatitis. “Tiga yang gejala hepatitis dan satu orang positif. Setiap pagi kami periksa kesehatan mereka, kalau kesehatannya tidak memungkinkan, dia tidak kami perkenankan mengikuti kegiatan,” kata Fauzi.
Arismunadar,15 tahun, salah seorang anak punk yang juga mengikuti pelatihan itu mengaku sedih karena sejak ditangkap dia tidak bisa bersekolah. Arismunandar berasal dari Medan, Sumatera Utara dan datang ke Banda Aceh untuk berpartisipasi dalam konser amal yang digelar Punkers Aceh.
Saat berangkat ke Banda Aceh, dia juga meminta izin orang tuanya. Tetapi sejak ditangkap, dia tidak dapat mengabarkan kondisinya kepada orang tuanya karena handphone-nya disita sementara selama proses pembinaan.
“Saya tidak tahu bagaimana reaksi orang tua kalau tahu saya dibawa ke sini, saya mau menghubungi orang tua. Tapi, bagaimana caranya sebab handphone saya diambil,” katanya.
Anggota Punk lainnya, Sarah, 18 tahun, selama mengikuti pelatihan mengaku dirinya mendapat banyak pengetahuan tentang kedisiplinan dan agama. Dara asal Kabupaten Bireun ini mengaku memilih bergabung dalam komunitas punk karena kurang mendapatkan kasih sayang orang tuanya.
“Setelah dari sini saya mau sekolah lagi, saya ingin berubah dan menjadi lebih baik,” ujarnya. (Laporan: Riza Nasser | Aceh, art)
• sumber : VIVAnews
Analisis:
Dapat dicermati, dalam kebudayaan Aceh yang kental dengan ajaran-ajaran syariat Islam itu  sempat “surut” pasca tsunami dengan munculnya beberapa kasus sebelum kasus anak punk ini, dengan munculnya tindakan/kasus penggundulan ini sudah membuktikan bahwa kebudayaan Aceh itu tidak benar-benar “surut”. Mengapa? Ya, jelas karena bagi masyarakat Aceh kebudayaan punk itu tidak ada dan tidak diajarkan. Karena memang public image dari punk yang dekat dengan tindak anarkis dan menganut paham kebebasan (berekspresi).
Jika dilihat dari sudut pandang masyarakat umum atau pun dari HAM. Jelas hal yang dilakukan pemda itu sangat bertentangan dengan HAM. Karena melanggar prinsip kebebasan (berekspresi) bagi setiap manusia yang seharusnya dijunjung tinggi oleh seluruh rakyat dunia. Karena kedua sisi sudut pandang ini lah yang sekarang justru sedang diperdebatkan. Tetapi kembali pada pepatah lama yang menyebutkan “Dimana kaki berpijak, disitu langit dijinjing”  yang maknanya kurang lebih adalah dimana kita berada, kebudayaan/nilai-nilai yang berlaku di tempat kita berada itulah yang kita taati. Meskipun begitu, tidak semua anak punk demikian, karena di Jakarta sendiri ada komunitas punk muslim yang memiliki sikap yang baik, karena dalam komunitas tersebut mereka belajar tentang islam dan bagaimana cara bertingkah laku yang baik. Dan dari fenomena yang kami dapat, punkers pun diberi penyuluhan, pembelajaran, dan pendidikan akidah, agar mereka bisa lebih mengenal agama dan tingkah laku yang baik.

Sabtu, 01 Februari 2014

RUMAH ADAT KHAS ACEH

Diposting oleh Unknown di 00.33 0 komentar

Rumah Adat/Tradisional Aceh

Provinsi Aceh terletak di ujung barat Indonesia. Provinsi ini memiliki rumah tradisional disebut rumoh Aceh. Bentuknya unik dan seragam, yakni persegi empat memanjang dari timur ke barat. Konon, letak yang memanjang itu dipilih untuk memudahkan penentuan arah kiblat.
Pada jaman dulu, rumah tradisional merupakan rumah idaman mayoritas penduduk Aceh karena rumah ini terbuat dari kayu dan beratap rumbia. Bahkan mereka yang berkecukupan pun, menghias rumahnya dengan kayu ukiran yang menarik serta menggunakan ornamen sesuai dengan kekhasan daearah Aceh.
Komponen utama rumoh Aceh pun cukup banyak lho, namun secara garis besar cukup dijelaskan 4 saja.
1. Pintu rumahadat Aceh ini biasanya lebih rendah daripada tinggi orang dewasa. Tinggi pintu tersebut biasanya 120 sampai 150 sentimeter. Jadi kalau orang dewasa masuk kedalamnya harus menunduk dulu. Namun, begitu masuk kedalam kita akan menemukan dan merasakan ruangan yang sangat besar. Karena tidak ada perabot sperti kusrsi dan meja.
2. Ruang depan disebut Seuramo reungeun, karena disini terdapat bungeunatau tangga. Ruangan ini tidak berkamar-kamar dan pintu masuk biasanya terdapat di ujung lantai di sebelah kanan. Tapi ada juga yang membuat pintu menghadap ke halaman, dan tangganya di pinggir lantai. Dalam kehidupan sehari-hari ruangan ini berfungsi untuk menerima tamu, tempat tidur-tiduran anak laki-laki dan tempat anak-anak belajar mengaji. Pada saat-saat tertentu misalnya pada waktu ada upacara perkawinan atau upacara kenduri, maka ruangan ini dipergunakan untuk makan bersama.
3. Ruang tengah yang disebut rumah inong, lantainya lebih tinggi dan ruangan ini dianggap suci dan sifatnya sangat pribadi. Di ruangan ini terdapat dua buah bilik atau kamar tidur yang terletak di kanan kiri dan biasanya menghadap Utara atau Selatan dengan pintu menghadap ke belakang. Kamar tersebut disebut rumah inong dan anjong, di tengahnya terdapat gang yang disebut rambut. Fungsi rumah inong adalah untuk tidur kepala keluarga, dan anjong untuk tempat tidur anak gadis. Bila anak perempuannya kawin, maka dia akan menempati rumah inong sedang orang tuanya pindah ke anjong. Bila anak permpuannya yang kawin dua orang, orang tua akan pindah ke serambi atau seuramo likot, selama belum dapat membuat rumah baru atau menambah/memperlebar rumahnya. Disaat ada perkawinan, mempelai dipersandingkan di rumah inong, begitu pula bila ada kematian rumah inong di pergunakan sebagai tempat untuk memandikan mayat.
4. Ruang belakang disebut Seuramo likot lantainya sama tinggi dengan seuramo rengeun, dan ruangan ini pun tak berbilik. Fungsi ruangan ini sebagian dipergunakan untuk dapur dan tempat makan,dan biasanya terletak di bagian Timur ruangan. Selain itu juga dipergunakan untuk berbincang-bincang para wanita serta melakukan kegiatan sehari-hari seperti menenun, menyulam dan sebagainya. Tiang-tiang penyangga yang menopang rumah terbaut dari kayu-kayu pilihan yang kuat. Dindingnya terbuat dari papan yang keras dan diukirdengan ukiran khas Aceh. Atap rumah terbuat dari rumbia. Hampir sama dari semua rumah adat, rumah adat Aceh ini semua terbuat dari alam, tidak menggunakan paku, tapi menggunakan pasak dan ikatan rotan.

Selasa, 28 Januari 2014

Diposting oleh Unknown di 05.25 0 komentar
PAKAIAN ADAT ACEH DARUSSALAM


Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam atau yang lebih dikenal dengan Serambi Mekah mempunyai kekayaan budaya yang banyak dipengaruhi oleh agama Islam. Provinsi yang pusat pemerintahannya berada di Banda Aceh ini telah melahirkan beberapa Pahlawan Nasional yang jasa dan namanya masih terus dikenang hingga saat ini, seperti : Cut Nyak Dhien, Cik Ditiro, Cut Nyak Meutia, dll.
Penting bagi kita untuk mengetahui beberapa hal yang berhubungan dengan Provisni Nanggroe Aceh Darussalam ini termasuk baju adat daerahnya. Berikut ini akan dijelaskan Baju adat daerah Aceh

  • BAJU ADAT TRADISIONAL PRIA ACEH :
Pria memakai BAJE MEUKASAH atau baju jas leher tertutup. Ada sulaman keemasan menghiasi krah baju.
Jas ini dilengkapi celana panjang yang disebut CEKAK MUSANG.
Kain sarung (IJA LAMGUGAP) dilipat di pinggang berkesan gagah. Kain sarung ini terbuat dari sutra yang disongket.
Sebilah rencong atau SIWAH berkepala emas / perak dan berhiaskan permata diselipkan di ikat pinggang.
Bagian kepala ditutupi kopiah yang populer disebut MAKUTUP.
Tutup kepala ini dililit oleh TANGKULOK atau TOMPOK dari emas. TANGKULOK ini terbuat dari kain tenunan. TOMPOK ialah hiasan bintang persegi 8, bertingkat, dan terbuat dari logam mulia

  • BAJU ADAT WANITA ACEH :
Wanita mengenakan baju kurung berlengan panjang hingga sepinggul. Krah bajunya sangat unik menyerupai krah baju khas china.
Celana cekak musang dan sarung (IJA PINGGANG) bercorak yang dilipat sampai lutut. Corak pada sarung ini bersulam emas.
Perhiasan yang dipakai : kalung disebut KULA. Ada pula hiasan lain seperti : Gelang tangan, Gelang kaki, Anting, dan ikat pinggang (PENDING) berwarna emas.
Bagian rembut ditarik ke atas membentuk sanggul kecil dengan hiasan kecil bercorak bunga
.

Sabtu, 25 Januari 2014

Makanan Khas Aceh "Manisan Pala"

Diposting oleh Unknown di 22.01 0 komentar
Manisan pala merupakan salah satu jenis makanan ringan yang tergolong dalam kelompok manisan buah-buahan. Usaha pembuatan manisan pala tidak memerlukan teknologi yang sulit dan pembuatannya cukup mudah, oleh karena itu usaha ini mudah dilakukan oleh para pengusaha baru.

Pembuatan manisan pala umumnya dilakukan oleh pengusaha kecil di daerah penghasil pala. Kabupaten Aceh Selatan adalah kabupaten penghasil komoditi pala terbesar di Aceh bahkan di Pulau Sumatera. Manisan buah pala ini termasuk industri rumah tangga yang banyak dijumpai di Kabupaten Aceh Selatan. Selain diolah menjadi manisan dan sirup, pala dapat dibuat juga menjadi minyak pala yang berkhasiat tinggi untuk mengobati luka. Bahkan kini kue dan kembang gula pun dapat dibuat dari buah pala.


Manisan pala selain menjadi makanan ringan yang disajikan pada saat perayaan hari-hari besar lebaran dan tahun baru bagi masyarakat setempat juga dapat dijadikan buah tangan bagi wisatawan yang berkunjung ke daerah ini.



Senin, 13 Januari 2014

ACEH - BANDA ACEH

Diposting oleh Unknown di 20.57 0 komentar

Tari Saman - Tari Tradisional Aceh

 
Di antara beraneka ragam tarian dari pelosok Indonesia, tari saman termasuk dalam kategori seni tari yang sangat menarik. Keunikan tari saman ini terletak pada kekompakan gerakannya yang sangat menakjubkan. Para penari saman dapat bergerak serentak mengikuti irama musik yang harmonis. Gerakan-gerakan teratur itu seolah digerakkan satu tubuh, terus menari dengan kompak, mengikuti dendang lagu yang dinamis. Sungguh menarik, bukan? Tak salah jika tari saman banyak memikat hati para penikmat seni tari. Bukan hanya dari Indonesia, tapi juga dari mancanegara. Sekarang, mari kita ulas lebih dalam lagi mengenai tarian unik ini.

Sejarah

Mengapa tarian ini dinamakan tari Saman? Tarian ini di namakan Saman karena diciptakan oleh seorang Ulama Aceh bernama Syekh Saman pada sekitar abad XIV Masehi, dari dataran tinggi Gayo. Awalnya, tarian ini hanyalah berupa permainan rakyat yang dinamakan Pok Ane. Namun, kemudian ditambahkan iringan syair-syair yang berisi puji-pujian kepada Allah SWT, serta diiringi pula oleh kombinasi tepukan-tepukan para penari. Saat itu, tari saman menjadi salah satu media dakwah.

Pada mulanya, tari saman hanya ditampilkan untuk even-even tertentu, khususnya pada saat merayakan Hari Ulang Tahun Nabi Besar Muhammad SAW atau disebut peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Biasanya, tari saman ditampilkan di bawah kolong Meunasah (sejenis surau panggung). Namun seiring perkembangan zaman, tari Saman pun ikut berkembang hingga penggunaannya menjadi semakin sering dilakukan. Kini, tari saman dapat digolongkan sebagai tari hiburan/pertunjukan, karena penampilan tari tidak terikat dengan waktu, peristiwa atau upacara tertentu. Tari Saman dapat ditampilkan pada setiap kesempatan yang bersifat keramaian dan kegembiraan, seperti pesta ulang tahun, pesta pernikahan, atau perayaan-perayaan lainnya. Untuk tempatnya, tari Saman biasa dilakukan di rumah, lapangan, dan ada juga yang menggunakan panggung.

Tari Saman biasanya ditampilkan dipandu oleh seorang pemimpin yang lazimnya disebut Syekh. Penari Saman dan Syekh harus bisa bekerja sama dengan baik agar tercipta gerakan yang kompak dan harmonis.

Makna dan Fungsi

Tari Saman dijadikan sebagai media dakwah. Sebelum Saman dimulai, tampil pemuka adat untuk mewakili masyarakat setempat. Pemuka adat memberikan nasehat-nasehat yang berguna kepada para pemain dan penonton. Syair-syair yang di antunkan dalam tari Saman juga berisi petuah-petuah dan dakwah.
Berikut contoh sepenggal syair dalam tari S aman:

Reno tewa ni beras padi, manuk kedidi mulu menjadi rempulis bunge.

Artinya:

Betapa indahnya padi di sawah dihembus angin yang lemah gemulai. Namun begitu, burung kedidi yang lebih dulu sebagai calon pengantin serta membawa nama yang harum.

Namun dewasa ini, fungsi tarian saman menjadi bergeser. Tarian ini jadi lebih sering berfungsi sebagai media hiburan pada pesta-pesta, hajatan, dan acara-acara lain.

Nyanyian
Pada tari Saman, terdapat 5 macam nyanyian :

1. Rengum, yaitu sebagai pembukaan atau mukaddimah dari tari Saman (yaitu setelah dilakukan sebelumnya keketar pidato pembukaan). Rengum ini adalah tiruan bunyi. Begitu berakhir langsung disambung secara bersamaan dengan kalimat yang terdapat didalamnya, antara lain berupa pujian kepada seseorang yang diumpamakan, bisa kepada benda, atau kepada tumbuh-tumbuhan.
2. Dering, yaitu rengum yang segera diikuti oleh semua penari.
3. Redet, yaitu lagu singkat dengan suara pendek yang dinyanyikan oleh seorang penari pada bagian tengah tari.
4. Syek, yaitu lagu yang dinyanyikan oleh seorang penari dengan suara panjang tinggi melengking, biasanya sebagai tanda perubahan gerak.
5. Saur, yaitu lagu yang diulang bersama oleh seluruh penari setelah dinyanyikan oleh penari solo.


Gerakan
Tarian saman menggunakan dua unsur gerak yang menjadi unsur dasar dalam tarian saman: Tepuk tangan dan tepuk dada. Diduga, ketika menyebarkan agama Islam, syeikh saman mempelajari tarian melayu kuno, kemudian menghadirkan kembali lewat gerak yang disertai dengan syair-syair dakwah Islam demi memudahkan dakwahnya. Dalam konteks kekinian, tarian ritual yang bersifat religius ini masih digunakan sebagai media untuk menyampaikan pesan-pesan dakwah melalui pertunjukan-pertunjukan.

Tarian Saman termasuk salah satu tarian yang cukup unik, karena hanya menampilkan gerak tepuk tangan dan gerakan-gerakan lainnya, seperti gerak guncang, kirep, lingang, surang-saring (semua gerak ini adalah bahasa Gayo). Selain itu, ada 2 baris orang yang menyanyi sambil bertepuk tangan dan semua penari Tari Saman harus menari dengan harmonis. Dalam Tari Saman biasanya, temponya makin lama akan makin cepat supaya Tari Saman menarik.

Penari

Pada umumnya, tari Saman dimainkan oleh belasan atau puluhan laki-laki. tetapi jumlahnya harus ganjil. Namun, dalam perkembangan selanjutnya, tarian ini juga dimainkan oleh kaum perempuan. Pendapat Lain mengatakan tarian ini ditarikan kurang dari 10 orang, dengan rincian 8 penari dan 2 orang sebagai pemberi aba-aba sambil bernyanyi. Namun, perkembangan di era modern menghendaki bahwa suatu tarian itu akan semakin semarak apabila ditarikan oleh penari dengan jumlah yang lebih banyak. Di sinilah peran Syeikh, ia harus mengatur gerakan dan menyanyikan syair-syair tari Saman.

Kostum atau busana khusus saman terbagi dari tiga bagian yaitu:
· Pada kepala: bulung teleng atau tengkuluk dasar kain hitam empat persegi. Dua segi disulam dengan benang seperti baju, sunting kepies.
· Pada badan: baju pokok/ baju kerawang (baju dasar warna hitam, disulam benang putih, hijau dan merah, bahagian pinggang disulam dengan kedawek dan kekait, baju bertangan pendek) celana dan kain sarung.
· Pada tangan: topeng gelang, sapu tangan. Begitu pula halnya dalam penggunaan warna, menurut tradisi mengandung nilai-nilai tertentu, karena melalui warna menunjukkan identitas para pemakainya. Warna-warna tersebut mencerminkan kekompakan, kebijaksanaan, keperkasaan, keberanian dan keharmonisan.

Tari saman memang sangat menarik. Pertunjukkan tari Saman tidak hanya populer di negeri kita sendiri, namun juga populer di mancanegara seperti di Australia dan Eropa. Baru-baru ini tari saman di pertunjukkan di Australia untuk memperingati bencana besar tsunami pada 26 Desember 2006 silam. Maka dari itu, kita harus bangga dengan kesenian yang kita miliki, dan melestarikannya agar tidak punah.

 

ADEAYU Copyright © 2010 Design by Ipietoon Blogger Template Graphic from Enakei